ADVERTISEMENT

Kopi Liberika Sendoyan telah muncul sebagai identitas baru bagi Kalimantan Barat dalam dunia kopi yang semakin terkenal. Bagi pecinta kopi di seluruh dunia, Indonesia sudah lama dikenal sebagai surga berbagai jenis kopi, dari Aceh hingga Papua. Beberapa nama yang telah mencuri perhatian adalah kopi Toraja, Sipirok, Sidikalang dari Sumatra Utara, dan kopi Wamena dari Papua.

Namun, kali ini kita akan membahas kopi yang mungkin belum begitu dikenal, yaitu kopi jenis Liberika. Kopi Liberika, asalnya dari Liberia, Afrika, kini telah menjadi fokus para petani di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, dengan sebutan “Kopi Liberika Sendoyan.”

Pada tahun 2000-an, kopi Liberika Sendoyan pernah menjadi primadona. Namun, produktivitasnya mengalami penurunan ketika petani daerah tersebut beralih ke tanaman lada yang saat itu menguntungkan dari segi harga.

Namun, seiring dengan penurunan harga lada, petani kembali memperkenalkan kopi Liberika. Mereka memulai Gerakan Tanam Kopi Liberikan Sendoyan yang bertujuan untuk mengembalikan kejayaan kopi jenis ini di desa mereka.

Gerakan ini dipelopori oleh Budi, Ketua Kelompok Tani (Poktan) Batu Layar Sejahtera, Desa Sendoyan, Kabupaten Sambas. Budi bersama teman-temannya secara tekun menanam bibit kopi Liberika Sendoyan, menggunakan polybag berukuran 10 cm x 20 cm yang diisi dengan tanah yang telah dicampur dengan pupuk organik dari kotoran hewan dan sekam padi.

Gerakan Tanam Kopi Liberikan Sendoyan ini merupakan langkah penting dalam upaya mengembalikan kejayaan kopi jenis ini yang pernah berjaya sebelum tahun 2000. Aktivitas budi daya kopi di Batu Layar telah menjadi salah satu sumber pendapatan utama petani, selain karet dan lada.

Namun, seiring berjalannya waktu, banyak petani beralih ke komoditas lain seperti lada dan sawit. Gerakan ini bertujuan untuk menggali potensi daerah dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Dusun Batu Layar memang dikenal sebagai sentra kopi yang cocok untuk budidaya kopi Liberika. Budidaya kopi ini juga tidak terlalu sulit. Di samping itu, kebutuhan lokal akan kopi di daerah masih kurang, dan sebagian besar penduduk harus membeli kopi dari luar. Gerakan Tanam Kopi Liberikan Sendoyan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kopi lokal.

Menurut Budi, budaya ngopi masih sangat kental di Kabupaten Sambas dan Kalimantan Barat. “Di sini, budaya ngopi itu masih kental. Setiap hari warga ngopi, baik pagi, siang, atau malam hari,” ujar Budi. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan lagi produksi kopi.

Tandi, anggota Poktan Batu Layar Sejahtera, juga merupakan teladan dalam budi daya kopi. Namun, dari kebun kopi seluas sekitar 1,5 hektar, dia seringkali kesulitan memenuhi permintaan masyarakat lokal. Bahkan, harga biji kopi mencapai Rp45.000 - Rp50.000 per kilogram.

Perawatan kopi Liberika ini relatif mudah, dengan pemupukan organik dan pertumbuhan di atas tanah gambut. “Kami sudah uji mutu dan rasa kopi, hasilnya memang baik. Densitas kopi sudah di atas 750, fermentasi yang diajarkan sudah diterapkan,” kata Tandi.

Meskipun ada beberapa kendala dalam pengelolaan pasca-panen yang masih dilakukan secara manual, petani juga diajarkan cara memasarkan kopi mereka dengan merek sesuai dengan nama desa mereka.

“Kopi Liberika Sendoyan kini telah menjadi identitas kopi Kalimantan Barat. Kopi Kalimantan Barat itu, ya Liberika. Jenis kopi ini sangat diminati karena rendah kafein dan aman bagi lambung,” kata Restu, seorang pegiat dan pelaku usaha kedai kopi di Kalimantan Barat.

Selain itu, keunikan Liberika adalah rasa buahnya yang khas, seperti pisang, nangka, dan lainnya. Dengan semakin banyaknya produsen kopi Liberika Sendoyan, bisa jadi kita akan melihat lebih banyak pecinta kopi di seluruh dunia mencari cita rasa unik dari Kalimantan Barat.

Keterangan: Posting ini hasil tulis ulang dari konten yang terbit di situs indonesia.go.id.

ADVERTISEMENT