ADVERTISEMENT

Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat telah memvonis Ferdy Sambo dengan hukuman mati pada sidang yang digelar hari Senin (15/2/2023).

Mejelis Hakim yang terdiri atas Wahyu Iman Santoso, Morgan Simanjuntak, dan Alimin Ribut Sujono menyimpulkan bahwa Ferdy Sambo terbukti merencanakan pembunuhan, menyuruh melakukan pembunuhan dan ikut melakukan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat serta merusak alat elektronik bukti kejahatan.

Hal yang memberatkan vonis Ferdy Sambo, yaitu 1) Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang merupakan korban pembunuhan adalah ajudan Ferdy Sambo sendiri, 2) menimbulkan keresahan dan kegaduhan masyarakat, 3) mencoreng institusi Polri, 4) tidak mengakui perbuatan dan berbeli-belit dalam persidangan, dan 5) menyeret banyak anak buahnya di institusi Polri. Oleh karenanya, Majelis Hakim memvonis Ferdy Sambo dengan hukuman terberat dalam hukum positif Indonesia, yaitu hukuman mati.

Lalu, apa itu hukuman mati dalam hukum positif Indonesia? Bagaimana proses hukuman mati di Indonesia? Berikut penjelasannya.

Hukuman Mati di Indonesia

Hukuman mati atau pidana mati di Indonesia diatur dalam Pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): “Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri”.

Ketentuan Pasal 11 KUHP terkait pidana mati sebagaimana tersebut di atas kemudian diubah dengan Undang-Undang (UU) Nomor 02/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan di Lingkungan Pengadilan Umum dan Militer. Dalam Pasal 1 UU tersebut dijelaskan bahwa pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer dilakukan dengan cara ditembak sampai mati.

Berikut bunyi Pasal 1 UU Nomor 02/PNPS/1964: Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan hukum acara pidana yang ada tentang penjalanan putusan pengadilan, maka pelaksanaan pidana mati, yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati, menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut.

Kemudian, untuk tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.

Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati di Indonesia

Pelaksanaan hukuman mati dijelaskan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati pada Pasal 15.

Berikut ini tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia:

  1. terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati;

  2. pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat didampingi oleh seorang rohaniawan;

  3. regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 (dua) jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati;

  4. regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 (satu) jam sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan;

  5. regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 (dua belas pucuk senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 (lima) meter sampai dengan 10 (sepuluh) meter dan kembali ke daerah persiapan;

  6. Komandan Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada Jaksa Eksekutor dengan ucapan “LAPOR, PELAKSANAAN PIDANA MATI SIAP”;

  7. Jaksa Eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati;

  8. setelah pemeriksaan selesai, Jaksa Eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan “LAKSANAKAN” kemudian Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan “LAKSANAKAN”;

  9. Komandan Pelaksana memerintahkan Komandan Regu penembak untuk mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 (dua belas) pucuk senjata api laras panjang dengan 3 (tiga) butir peluru tajam dan 9(sembilan) butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 (satu) butir peluru, disaksikan oleh Jaksa Eksekutor;

  10. Jaksa Eksekutor memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh Jaksa;

  11. terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 (tiga) menit dengan didampingi seorang rohaniawan;

  12. Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam kecuali jika terpidana menolak;

  13. Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian Dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari terpidana;

  14. Komandan Regu 2 melaporkan kepada Jaksa Eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati;

  15. Jaksa Eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera dilaksanakan penembakan terhadap terpidana;

  16. Komandan Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana;

  17. Komandan Pelaksana mengambil tempat di samping kanan depan regu penembak dengan menghadap ke arah serong kiri regu penembak; dan mengambil sikap istirahat di tempat;

  18. pada saat Komandan Pelaksana mengambil sikap sempurna, regu penembak mengambil sikap salvo ke atas;

  19. Komandan Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana;

  20. Komandan Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada Regu penembak untuk membuka kunci senjata;

  21. Komandan Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak;

  22. setelah penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata;

  23. Komandan Pelaksana, Jaksa Eksekutor, dan Dokter memeriksa kondisi terpidana dan apabila menurut Dokter bahwa terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, Jaksa Eksekutor memerintahkan Komandan Pelaksana melakukan penembakan pengakhir;

  24. Komandan Pelaksana memerintahkan komandan regu penembak untuk melakukan penembakan pengakhir dengan menempelkan ujung laras senjata genggam pada pelipis terpidana tepat di atas telinga;

  25. penembakan pengakhir ini dapat diulangi, apabila menurut keterangan Dokter masih ada tanda-tanda kehidupan;

  26. pelaksanaan pidana mati dinyatakan selesai, apabila dokter sudah menyatakan bahwa tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada terpidana;

  27. selesai pelaksanaan penembakan, Komandan regu penembak memerintahkan anggotanya untuk melepas magasin dan mengosongkan senjatanya; dan

  28. Komandan Pelaksana melaporkan hasil penembakan kepada Jaksa Eksekutor dengan ucapan “PELAKSANAAN PIDANA MATI SELESAI”.

Demikian penjelasan terkait tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.

ADVERTISEMENT